Apakah yang dimaksud dengan anak
yatim? Apakah perbedaan antara anak yatim dan anak piatu? Lalu bagaimana dengan
anak yatim-piatu?
Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama”
mudlori’ “yaitamu” dab mashdar ” yatmu” yang berarti : sedih. Atau
bermakana : sendiri.
Adapun menurut istilah syara’ yang
dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sebelum
dia baligh. Batas seorang anak disebut yatim adalah ketika anak tersebut telah
baligh dan dewasa, berdasarkan sebuah hadits yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas
r.a. pernah menerima surat dari Najdah bin Amir yang berisi beberapa
pertanyaan, salah satunya tentang batasan seorang disebut yatim, Ibnu Abbas
menjawab:
وكتبت تسألنى عن اليتيم متى ينقطع عنه
اسم اليتم ، وإنه لا ينقطع عنه اسم اليتم حتى يبلغ ويؤنس منه رشد
( رواه مسلم )
Dan kamu bertanya kepada saya
tentang anak yatim, kapan terputus predikat yatim itu, sesungguhnya predikat
itu putus bila ia sudah baligh dan menjadi dewasa
Sedangkan kata piatu bukan berasal
dari bahasa arab, kata ini dalam bahasa Indonesia dinisbatkan kepada anak yang
ditinggal mati oleh Ibunya, dan anak yatim-piatu : anak yang ditinggal mati
oleh kedua orang tuanya.
Didalam ajaran Islam, mereka semua
mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki
kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa
memperhatikan nasib mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh
mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi
orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.
Secara psykologis, orang dewasa
sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang
jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah se-orang yang sangat dekat
dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya,
menghibur dan menasehatinya. Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau
itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak
mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan belum mengerti baik dan buruk
suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh Bapak atau Ibunya untuk
selama-lamanya.
Betapa agungnya ajaran Islam, ajaran
yang universal ini menempatkan anak yatim dalam posisi yang sangat tinggi,
Islam mengajarkan untuk menyayangi mereka dan melarang melakukan
tindakan-tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka. Banyak sekali
ayat-ayat Al-qur’an dan hadits-hadits Nabi saw yang menerangkan tentang hal
ini. Dalam surat Al-Ma’un misalnya, Allah swt berfirman:
(( أرأيت الذي يكذب بالدين ، فذلك
الذي يدع اليتيم ، ولا يحض على طعام المسكين ))
.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama, itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin “
{QS. Al-ma’un : 1-3}
Orang yang menghardik anak yatim dan
tidak menganjurkan memberi makan kepada fakir miskin, dicap sebagai pendusta
Agama yang ancamannya berupa api neraka
Dalam ayat lain, Allah juga berfirman :
(( فأما اليتيم فلا تقهر ، وأما السا
ئـل فلا تنهر ))
“Maka terhadap anak yatim maka
janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap pengemis
janganlah menghardik”.{QS. Ad-Dhuha : 9 – 10 )
Sedangkan hadits-hadits Nabi saw
yang menerangkan tentang keutamaan mengurus anak yatim diantaranya sabda beliau
:
أنا وكافل اليتيم فى الجنة هكذا وأشار
بالسبابة والوسطى وفرج بينهما شيئا
(رواه البخاري ، كتاب الطلاق ، باب اللعان )
Aku dan pengasuh anak yatim berada
di Surga seperti ini, Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari
tengah-nya dan beliau sedikit merengganggangkan kedua jarinya
Dan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi
saw bersabda :
عن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه
وسلم قال ” من قبض يتيما من بين المسلمين إلى طعامه وشرابه أدخله الله الجنة إلا
أن يعمل ذنبا لا يغفر له ( سنن الترمذي )
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw
bersabda : barang siapa yang memberi makan dan minum seorang anak yatim
diantara kaum muslimin, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga, kecuali
dia melakukan satu dosa yang tidak diampuni.
Imam Ahmad dalam musnadnya
meriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a. hadits yang berbunyi :
عن أبي هريرة أن رجلا شكا إلى النبي
صلى الله عليه وسلم قسوة قلبه فقال إمسح رأس اليتيم وأطعم المسكين (رواه أحمد )
Dari Abu Hurairoh, bahwa seorang
laki-laki mengadu kepada Nabi saw akan hatinya yang keras, lalu Nabi berkata:
usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin
Dan hadits dari Abu Umamah yang
berbunyi :
عن أبى أمامة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال من مسح رأس يتيم أو يتيمة لم يمسحه
إلا لله كان له بكل شعرة مرت عليها يده حسنات ومن أحسن إلى يتيمة أو يتيم عنده كنت
أنا وهو فى الجنة كهاتين وقرن بين أصبعيه (رواه أحمد )
Dari Abu Umamah dari Nabi saw berkata: barangsiapa yang mengusap kepala anak
yatim laki-laki atau perempuan karena Allah, adalah baginya setiap rambut yang
diusap dengan tangannya itu terdapat banyak kebaikan, dan barang siapa
berbuat baik kepada anak yatim perempuan atau laki-laki yang dia asuh, adalah
aku bersama dia disurga seperti ini, beliau mensejajarkan dua jari-nya.
Demikianlah, ajaran Islam memberikan
kedudukan yang tinggi kepada anak yatim dengan memerintahkan kaum muslimin
untuk berbuat baik dan memuliakan mereka. . Kemudian memberi balasan pahala
yang besar bagi yang benar-benar menjalankannya, disamping mengancam
orang-orang yang apatis akan nasib meraka apalagi semena-mena terhadap harta
mereka. Ajaran yang mempunyai nilai sosial tinggi ini, hanya ada didalam Islam.
Bukan hanya slogan dan isapan jempol belaka, tapi dipraktekkan oleh para
Sahabat Nabi dan kaum muslimin sampai saat ini. Bahkan pada jaman Nabi saw dan
para Sahabatnya, anak-anak yatim diperlakukan sangat istimewa, kepentingan
mereka diutamakan dari pada kepentingan pribadi atau keluarga sendiri. Gambaran
tentang hal ini, diantaranya dapat kita lihat dari hadits berikut ini :
عن ابن عباس قال لما أنزل الله عز وجل
( ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتى هي أحسن ) و (إن الذين يأكلون أموال اليتامى
ظلما) الأية انطلق من كان عنده يتيم فعزل طعامه من طعامه وشرابه من شرابه فجعل
يفضل من طعامه فيحبس له حتى يأكله أو يفسد فاشتد ذلك عليهم فذكروا ذلك لرسول الله
صلى الله عليه وسلم فأنزل الله عز وجل (ويسألونك عن اليتامى قل إصلا ح لهم خير وإن
تخالطوهم فإخوانكم) فخلطوا طعامهم بطعامه وشرابهم بشرابه
Dari Ibnu Abbas, ia berkata : ketika
Allah Azza wa jalla menurunkan ayat “janganlah kamu mendekati harta anak yatim
kecuali dengan cara yang hak” dan “sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim dengan dzolim” ayat ini berangkat dari keadaan orang-orang yang
mengasuh anak yatim, dimana mereka memisahkan makanan mereka dan makanan anak
itu, minuman mereka dan minuman anak itu, mereka mengutamakan makanan
anak itu dari pada diri mereka, makanan anak itu diasingkan disuatu tempat
sampai dimakannya atau menjadi basi, hal itu sangat berat bagi mereka kemudian
mereka mengadu kepada Rasulullah saw. Lalu Allah menurunkan ayat “dan mereka
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang anak yatim. katakanlah berbuat baik kepada
mereka adalah lebih baik, dan jika kalian bercampur dengan mereka, maka mereka
adalah saudara-saudaramu” kemudian orang-orang itu menyatukan makanan mereka
dengan anak yatim.